Seorang nelayan kepiting, Sudianto, warga Pulo Sarok, baru-baru ini diserang buaya di kawasan Sungai Seolok Aceh, Kecamatan Singkil, Aceh Singkil.
Kejadian itu menuai tanggapan dari ketua Himpunan Pelajar Mahasiswa Aceh Singkil (Hipmasil) di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Aidil.
"Sungai Singkil adalah ladang rizki bagi masyarakat yang berada di sekitarnya. Dengan itu, mata pencaharian utama tentunya nelayan sungai, baik mencari ikan, menyelam lokan atau lain sebagainya," kata Aidil, Minggu 16 Juli 2017.
Aidil mengaku khawatir dengan nasib para nelayan sungai Singkil, yang harus berjuang mencari nafkah dengan mempertaruhkan nyawa. Mengingat, susahnya mencari pekerjaan, mereka harus menghilangkan rasa takut untuk bisa mendapatkan hasil yang banyak.
"Saya berharap tidak ada lagi cerita ada buaya memangsa manusia di Sungai Singkil, karena ini akan mengancam nyawa dan bisa mengancam pendapatan ekonomi nelayan sungai," katanya.
Katanya, pemerintah gagal untuk membuat penangkaran Buaya yang berada di wilayah Ketapang indah tepatnya di belang Gor Kasim Tagok. Kegagalan ini, akibat penolakan masyarakat karena wilayah ini sering banjir dan membuat kekawatiran lepasnya buaya dari penangkaran, penilaian ini terlihat dari penangkaran yang disediakan kurang tepat dan kurang maksimal.
Kata dia lagi, pemerintah harus membuat tempat penangkaran yang tepat dan pengamanan yang kuat. Dengan adanya penangkaran buaya ini, buaya-buaya yang ditangkap di sungai Singkil dapat dilindungi di penangkaran buaya yang disediakan. Selain itu, Adil menilai jika penangkaran itu bisa terlaksana bisa menjadi sebuah objek wisata yang menghasilkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD).
"Jika pemerintah membuat penangkaran buaya, saya sepakat, agar nelayan merasakan kenyamanan di sungai Singkil dalam mencari nafkah lahir," tuturnya.
0 Response to "Mencari Sesuap Nasi di Sarang Buaya"
Post a Comment