PRIA itu berenang dekat perahu kayu. Ia memakai baju renang berwarna biru tua yang mulai agak kusam. Senyumnya mengembang saat memadang sekeliling. Ia kemudian menyelam. Sekitar 10 menit kemudian kembali mengapung dengan segenggam lokan di tangannya.
"Dapat tapi tak banyak," ujarnya dengan nafas putus-putus.
Ia adalah Rasyid. Salah seorang pencari lokan di Aceh Singkil. Kegiatan ini dilakukan saban hari.
Tak hanya Rasyid, pekerjaan mencari lokan di Singkil, juga digeluti oleh sejumlah pria lainnya di Aceh Singkil. Kegiatan ini penuh resiko dan bahkan mempertaruhkan nyawa.
"Sungai di sini mulai terkikis. Belum lagi ada buayanya. Kalau tak hati-hati bisa meninggal. Namun demi anak istri bisa makan, ya tetap kami jalani," ujar pria berkulit hitam manis ini.
Pria lainnya, Zuna, 24 tahun juga mengakui hal yang sama. "Banyak pencari lokan di sini yang bertemu dengan buaya yang panjangnya 5 hingga 7 meter. Kalau tak hati-hati bisa meninggal," ujarnya.
"Di saat aktivitas penyelaman dimulai secara manual dan ada juga penyelam di bantu dengan alat compres angin sebagi bantu pernafasan yang bisa merusak kesehatan paru - paru. Bahkan di saat itu juga buaya terkadang terlihat terapung, mau tidak mau lokasi penyelaman berpindah wilayah, tidak menjadi alasan untuk tetap mencari hasil agar bisa di bawa pulang," ujarnya lagi.
Baik Rasyid maupun Zuna mengaku bahwa resiko yang diperoleh pencari lokan belum seimbang dengan hasil yang didampangkan. Namun pekerjaan ini tetap dilakoni saban hari.
"Jika satu hari, mendapatkan hasil bisa mencapai 200 sampai dengan 300 ribu. Itupun bagi mereka yang menggunakan compresor, jika penyelam yang tidak mengunakan compresor bisa menghasilkan uang 100 sampei dengan 150 selama satu hari," ujarnya lagi. []
0 Response to "Para Petarung Nyawa Demi Lokan"
Post a Comment