Masyarakat Aceh adalah masyarakat Islam. Orang Aceh di saat memperkenalkan dirinya cukup saja menyatakan "saya orang Aceh.", Tidak perlu menambah pernyataan " saya orang Islam." Memang tersebar isu bahwa orang Aceh berasal dari berbagai bangsa. Mungkin mereka berasal dari keturunan Arab, Cina, Eropa dan Hindia. Hal ini dapat di lihat dari bentuk tubuh dan warna kulit penduduk Aceh dewasa ini. Bangsa itu dulunya menganut agama yang berbeda, namun di saat mereka menjadi penghuni Nanggroe Aceh Darussalam ada kesepakatan untuk meninggalkan agama nenek moyang mereka dan memeluk agama Islam.
Agama Islam Masuk ke Aceh sejak abad pertama hijriah dan telah menjadi pedoman hidup masyarakat dan kesultanan Aceh. Hukum yang berlaku dalam kesulitanan Aceh adalah hukum Islam. Hukum Islam bersumberkan Al-Qur'an dan As-sunah. Orang yang paling paham tentang kandungan Al-Qur'an dan As-sunah adalah para Ulama. Oleh sebab itu para ulama di minta secara terhormat untuk menulis buku untuk di jadikan pedoman dalam menjalanikan kesulitanan. Sebagai contoh, ulama terkenal nama nya di abadikan pada nama perguruan tinggi di NAD-Syekh Abdurrauf Syiah Kuala di minta untuk menulis sebuah buku yang di beri nama dengan Mir-at-at Thullab dan Syekh Jalaluddin at-Tursani di minta untuk menulis buku yang diberi nama dengan "Syafinat al-Hukkam". Perilaku kesultanan Aceh mengingatkan kita kepada perilaku para Khalifah Umayyah dan Abbasiyah yang sangat memuliakan para ulama dan meminta kepada mereka untuk menulis buku yang akan dijadikan pedoman dalam mengatur khilafah. Imam Malik pernah diminta oleh khilafah agar kitabnya yang bernama al-MuAththa' menjadi pedoman resmi dalam pelaksanaan syari'at Islam, walaupun imam Malik tidak setuju dengan permintaan khilafah.
Kesadaran dalam beragama islam telah menjadi kesepakatan yang nyatasecara nyata atau tersembuni dalam masyarakat aceh. "Saya beragama islam" dengan tegas dapat keluar dari mulut orang aceh atau termaktub dalam kartu penduduk. kesadaran tersembuni dapat munculketika diekspliolitasi oleh para pemimpin agar rakyat aceh bersatu untuk melawan pihak tertentu. hikayat perang sabi sebagai contoh dapat mengobarkan semangat juang dalam mempertahankan tanah aceh dari penjajah klonial belanda.
Sejarah Aceh ,melawan Belanda memberitahu kepada kita bahwa semangat islam tidak memberi jaminan kepada mereka untuk menang dalam melawan belanda. Banyak bukti yang menyatakan hal itu.walaupu itu semangat ke islamantidak pernah padam dalam dada orang Aceh. semangat ini pernah di nyalakan oleh Tgk. Chik di Tiro untuk menghimpun rakyat aceh dibawah naungan islam dalam melawan penjajah belanda. Pahlawan ini pernah mengirim surat kepada ratu belanda sebelum meletus perang dengan mengajukan tiga usul. yaitu, Ratu belanda memeluk islam dan memerintah aceh secara islamy. ratu belanda mengijinkan rakyat aceh menjalankan Syari'at islam di bawah perlindungan ratu belanda dan ratu belanda menyuh prajurit keluar dari aceh.
Selanjutnya kelompok pemimpin orang aceh yang lain bersama teuku nya, makam pada tahun 1896 kedapatan sakit parah di kampong lamnga. dia diangkat dalam tandu yang diikuti oelh keluarga dan pengikutnya yang tersisa kehadapan letnan kolonel soeters, dengan nada kejam letnan kolonel ini,memerintah prajuritnya untuk melempar teuku nya, makam dari tenda dan di tembak dihadapan keluarga dan pengikutnya.
Kepalanya dipancung untuk kemudian diletakkan dalam sebuah stoples besar berisi alkohol. tanah aceh dapat saja di taklukkan tetapi semangat keislaman yang terpendam dalam dada orang aceh tidak mungkin dikalahkan.
0 Response to "Penerapan Syari'at Islam di NAD Tantangan dan Solusi "
Post a Comment