Sejarah - Pada hari Sabtu (23/1) lalu, saya bersama beberapa ustad yang ada di Aceh Singkil, melakukan wisata religius, mendatangi Pesantren Darul Ihsan, Paoh, Labuhan Haji Tengah, Aceh Selatan.
Di sana kami, bersilaturrahmi dengan Abuya Syekh H Amran Waly pimpinan pesantren sekaligus pimpinan Tawuhid-Tasyawuf Asia Tenggara dan tengku-tengku pesantren lainnya.
Pada momentum itu, kami juga menghadiri acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar para santri Pesantren Darul Ihsan.
Pawai Ziarah
Salah satu prosesi pelaksanaan maulid di Pesantren Darul Ihsan yang menarik dan tak biasa bagi saya, yaitu, pawai ziarah ke makam Syaikhul Islam Aceh, tokoh pendidik dan ulama arif billah, Abuya Syekh H M Muda Waly yang terletak di Pesantren Darussalam Blang Paroh, Labuhan Haji Barat, Aceh Selatan. Hanya terpaut sekitar empat kilo meter saja dari Pesantren Darul Ihsan, Paoh.
Ketika jarum jam merayap ke angka 8.30 WIB pagi, saya bersama iring-iringan puluhan mobil yang salah satunya ditumpangi Abuya Syekh H Amran Waly bersama tamunya dari berbagai daerah di Aceh bahkan Indonesia, para santri, dan ribuan jamaah tahuwid-tasyawuf, berpawai ziarah ke makam ulama penganut tarekat Naqsyabandiyah.
Saat ziarah dan berada di komplek Pesantren Darussalam, suasana hati para pengunjung diliputi ketenangan, adem, dan tenteram.
Paling tidak, hal ini dirasakan teman saya Darlis. Menurut tuturan Imeum Mukim Gosong Telaga kepada AceHTrend, ia sangat suka dengan suasana Pesantren Darussalam. “Hati saya tenteram berada di sini. Insya Allah, kalau ada kesempatan saya akan datang lagi ke sini,” tutur Darlis.
Betapa tidak, pesantren yang telah mencetak ribuan ulama di Indonesia termasuk manca negara ini, bukan saja dihuni 2000-an santri yang setiap saat selalu melantun asmah Allah, bershalawat pada nabi, dan selalu membaca ayat-ayat tayyibah lainnya. Juga konon, pesantren yang dibangun tahun 1940-an dihuni sejumlah jin baik.
Keberadaan jin ini, selalu mengawal dan menentramkan hati orang yang berada dikomplek pesantren. Termasuk para penziarah dan tamu lainnnya.
Sementara bagi saya, bukan saja telah membuat hati tenang dan tenteram. Melainkan, saya mendapatkan cerita menarik dan unik berupa hubungan spritual Pesantren Darussalam dengan Aceh Singkil.
Bahkan kisah ini, bagian dari karamah yang dimiliki Abuya Syekh H M Muda Waly, ulama yang amat tersohor di Indonesia itu.
***
Alkisah, saat Pesantren Darussalam, Blang Poroh dibangun tahun 1940–yang semulanya hanya berupa tempat pembinaan rohani ayahnya Syekh H Muhammad Salim bin Malin Palito–seorang tukang bangunan melaporkan kepada Abuya Syekh H M Muda Waly bahwa persedian kayu untuk membangun mushala tidak cukup.
Mendengar laporan itu, serta-merta Abuya menyuruh tukang dan murid-muridnya agar pergi ke pantai seraya berkata, “Datanglah tuan-tuan ke pantai, di sana ada sebatang kayu besar yang dibawa air dari Singkil, ambil dan belahlah kayu itu. Lalu gunakan untuk membangun mushala.”
Murid-murid Abuya dan tukang yang mendengar titah beliau tadi terkesiap dan perasaan ragu menyelimuti hati mereka. Apakah ini benar atau tidak. Karena menurut lazimnya akal sehat, mustahil sebatang kayu dari Singkil, bisa hanyut dan terdampar di pantai Labuhan Haji.
Mustahil bagi manusia. Namun, tidak bagi Allah SWT. Apa yang dikehendaki Allah, pasti terwujud.
Lalu murid dan tukang tadi, beranjak dan bergegas mendatangi pantai yang jaraknya hanya 100 meter saja dari lokasi pembangunan pesantren.
Setiba di sana, ternyata apa yang dikatakan abuya benar. Di pantai telah terbujur sebatang kayu jenis kapur yang besar dan panjang.
“Alhamdulillah,” teriak tukang dan murid-murid abuya. Lantas dengan menggunakan alat yang sederhana. Kayu itu pun dibelah dan dipotong-potong oleh murid-murid dan tukang sesuai dengan keperluan.
Setelah itu, kayu tersebut digunakan untuk membangun mushala di komplek Pesantren Darussalam, Labuhan Haji, hingga mushala itu rampung dan bisa dimanfaatkan.
Sekarang, karena perkembangan pesantren dan zaman pun semakin modren, bangunan mushalla yang perkayuan berasal dari Singkil telah diganti dengan bangunan yang kokoh terbuat dari beton.
***
Kisah lain, pada tahun 1953, Abuya Syekh H M Muda Waly bersama rombongan termasuk isterinya Umi Teunom dan Tgk Banjir, berdakwah ke wilayah Singkil.
Saat di Singkil, mereka berdakwah menaiki boat dan menyusuri Sungai Singkil. Di tengah perjalanan, tiba-tiba abuya mengajak rombongan untuk berhenti di sebuah daratan di tengah Sungai Singkil.
Setelah boat ditambatkan, abuya sendiri turun ke daratan dan langsung menuju sebuah lokasi yang tidak seberapa jauh dari bibir sungai.
Tidak berapa lama biliau di lokasi, Abuya Muda Waly kembali menaiki boat. Setiba diboat salah seorang rombongan bertanya perihal mengapa mereka berhenti dan abuya pergi sendiri tanpa membolehkan yang lain ikut serta ke daratan.
Saat itu abuya menjawab, tempat berhenti boat, adalah Kampung Oboh. Di situ ada makam ulama besar Syekh Hamzah Fanshuri.
Waktu mau melewati Delta Perkampungan Oboh, Syekh Hamzah Fansuri melambai-lambaikan tangan mengajak Abuya Syekh H M Muda Waly supaya singgah.
Lantas, abuya pun singgah dan berdialog dengan ruh Syekh Hamzah Fansuri. Setelah itu, abuya mohon izin dan minta doa untuk berdakwah di Singkil yang tak lain, tanah titisan Syekh Hamzah Fansuri.
Kalaulah ketika itu, boat tidak berhenti dan abuya tidak singgah, dikuatirkan boat akan tenggelam dan penumpang akan mengalami kesusahan. Misi dakwah di Wilayah Singkil menjadi tersendat.
***
Kejadian lain, di tengah-tengah kunjungan dakwah di Singkil. Abuya Syekh H M Muda Waly, melihat sebuah batu besar yang di sekelilingnya terpasang panji-panji warna-warni. Kata warga batu besar itu, telah dijadikan sesembahan kalangan warga.
Melihat dan mendengar hal demikian dan untuk mencegah terjadinya kemusyrikan di kalangan warga, abuya menyuruh Tgk Banjir, seorang muridnya yang juga tokoh masyarakat Singkil yang terkenal memiliki ilmu kuat, untuk menggeser batu besar tadi.
Atas suruan gurunya itu, Tgk Banjir pun mencoba memindahkan batu. Tetapi, batu itu sedikit pun tidak bergerak.
Tidak bergemingnya batu itu, bukan karena ilmu Tgk Banjir tidak mangkus lagi. Melainkan, batu raksasa tadi telah diselimuti dan dikuasai makhluk halus.
Karena tidak seorang pun yang bisa memindahkan batu. Akhirnya, abuya mengusap permukaan batu. Tidak lama setelah diusap, batu besar itu pun bergerak. Lalu, berguling, berpindah ke tempat lain. Jauh dari pemukiman penduduk.
***
Banyak lagi kisah hubungan Abuya Syekh H M Muda Waly dan anak-anaknya dengan warga Aceh Singkil. Apalagi ajaran dan paham ulama besar Aceh Syekh Abdurrauf Al-Singkili–notabene putra Singkil– telah menjadi bahan rujukan bagi Abuya Syekh H M Muda Waly, anak-anaknya dan murid-murid lainnya di Aceh.
Kisah ini merupakan suatu bukti bahwa Aceh Singkil memiliki hubungan spritual yang erat dengan Pesantren Darussalam, Blang Poroh dan keluarga Abuya Syekh H M Muda Waly.[]
Narasumber. Aceh trend
Narasumber. Aceh trend
0 Response to "Hubungan Spritual Abuya Syekh Muda Waly Dengan Aceh Singkil"
Post a Comment